Senin, 01 Desember 2008

asal nama Indonesia


Asal Nama Idonesia
PADA ZAMAN PURBA kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta "dwipa" (pulau) dan "antara" (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sita, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (‘kemenyan Jawa’), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil ‘Jawa’ oleh orang Arab. “Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi,” demikian kata seorang pedagang di Pasar Seng, Makkah, ketika dijelaskan kepadanya bahwa Indonesia bukanlah ‘Jawa’. “Sumatera, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa!”

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India dan Cina. Bagi mereka daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah ‘Hindia’. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut ‘Hindia Muka’ dan daratan Asia Tenggara dinamai ‘Hindia Belakang’, sedangkan tanah air kita memperoleh nama ‘Kepulauan Hindia’ (Indische Archipel; Indian Archipelago; l’Archipel Indien) atau ‘Hindia Timur’ (Oost Indie; East Indies; Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah ‘Kepulauan Melayu’ (Maleische Archipel; Malay Archipelago; l’Archipel Malais).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942–1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).

Eduard Douwes Dekker (1820–1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga ‘Kepulauan Hindia’ (bahasa Latin: insula = pulau). Pada halaman akhir novel Max Havelaar karya Multatuli tahun 1860, tertulis: Insulinde dat zich daar slingert om den evenaar, als een gordel van smaragd (“Insulinde yang merupakan untaian di khatulistiwa, laksana sabuk zamrud permata”). Tetapi rupanya nama 'Insulinde' ini kurang populer. Bagi orang Bandung, Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista!

Pada tahun 1920-an Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879–1950), yang kita kenal sebagai Dr.Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), mempopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata ‘India’. Nama itu tiada lain adalah "Nusantara", suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh Jan Laurens Andries Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian Nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, istilah "Nusantara" digunakan untuk menyebutkan "pulau-pulau di luar Jawa" (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Jadi Nusantara berarti “pulau-pulau seberang”. Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa (“Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat”). Oleh Dr.Setiabudi kata "nusantara" zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli "antara", maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudera", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara yang modern. Istilah Nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.

Sampai hari ini istilah Nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah INDONESIA. Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.


Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819–1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813–1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (bahasa Yunani: nesos = pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: ". . . the inhabitants of the ‘Indian Archipelago’ or ‘Malayan Archipelago’ would become respectively Indunesians or Malayunesians."

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah ‘Indian Archipelago’ terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan: "Mr Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago." Ketika mengusulkan nama ‘Indonesia’ agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama ‘Indonesia’ dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Sebagai contoh, pada tahun 1877 E.T.Hamy menggunakan kata ‘Indonesia’ pada tulisannya dalam Bulletin de la Societe de Geographie di Paris. Lalu tahun 1880 kata ‘Indonesia’ muncul pada tulisan A.H.Keane dalam Journal of the Anthropological Institute di London. Dan pada tahun 1882 W.E.Maxwell di Singapura secara konsisten memakai istilah "islands of Indonesia" dalam buku geografi yang diterbitkannya. Ketiga ilmuwan di atas secara tegas menyebutkan bahwa mereka meminjam nama ‘Indonesia’ dari tulisan-tulisan James Richardson Logan.

Pada tahun 1884, guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826–1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang mempopulerkan istilah ‘Indonesia’ di kalangan ilmuwan Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah ‘Indonesia’ itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain, tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah ‘Indonesia’ itu dari tulisan-tulisan Logan.

Ilmuwan Belanda yang mula-mula memakai istilah ‘Indonesia’ adalah Hendrik Kern dan G.A.Wilken, yang memakai istilah Indonesie dan Indonesier (orang Indonesia) pada tulisan mereka dalam Bijdragen Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-, en Volkenkunde (B.K.I.) tahun 1885. Istilah ini dipakai juga oleh Christiaan Snouck Hurgronje dalam bukunya De Atjehers yang terbit tahun 1894.

Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah ‘Indonesia’ adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke Negeri Belanda pada tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.


Makna Politis

Pada dasawarsa 1920-an nama ‘Indonesia’ yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama ‘Indonesia’ akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi "Indonesische Vereeniging" atau "Perhimpoenan Indonesia". Majalah mereka, "Hindia Poetra", berganti nama menjadi "Indonesia Merdeka".

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya: “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut ‘Hindia Belanda’. Juga tidak ‘Hindia’ saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.”

Sementara itu di tanah air Dr.Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia (lahir tahun 1920) berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama ‘Indonesia’.

Pada tahun 1926 berlangsung Kongres Pemoeda Indonesia, lalu berdiri organisasi Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI). Kemudian pada tahun 1927 Bung Karno mendirikan Perserikatan (lalu menjadi Partai) Nasional Indonesia (PNI). Akhirnya nama ‘Indonesia’ dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama ‘Indonesia’ diresmikan sebagai pengganti nama ‘Nederlandsch-Indie’. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.

Maka kehendak Allah jua yang rupanya berlaku. Pada tanggal 10 Mei 1940 Adolf Hitler dari Jerman menginvasi dan menduduki Negeri Belanda, sehingga Keluarga Oranje-Nassau terbirit-birit mengungsi ke London. Dan dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama ‘Hindia Belanda’ untuk selama-lamanya.

Mencoba menegakkan benang basah, Ratu Wilhelmina melalui siaran Radio Oranje dari London, tanggal 7 Desember 1942, menjanjikan “perbaikan nasib” bagi rakyat Indonesia. Sengaja nenek tua itu memakai kata "Indonesie" dan "Indonesiers" dalam pidatonya untuk mengambil hati rakyat Indonesia. Akan tetapi jarum sejarah tak dapat dikembalikan, dan mantra sakti Je Maintiendrai keburu hilang khasiatnya. Maka pada hari Jumat Legi tanggal 9 Ramadhan 1364 Hijriyah atau 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, lahirlah Republik Indonesia.

sumber; hypoprotika wordpress

Kamis, 27 November 2008

Demokrasi

Demokrasi telah menjadi istilah yang sangat diagungkan dalam sejarah pemikiran manusia tentang tatanan sosio-politik yang ideal . Di jaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. seperti diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950, dari 83 UUD negara – negara yang diperbandingkannya, terdapat 74 negara yang konstitusinya secara resmi menganut prinsip kedaulatan rakyat (90%) . Demokrasi (Inggris: Democracy) secara bahasa berasal dari bahasa Yunani, yakni Demokratia.
Demos artinya rakyat (people) dan cratos artinya pemerintahan atau kekuasaan (rule). Demokrasi berarti mengandung makna suatu sistem politik dimana rakyat memegang kekuasaan tertinggi, bukan kekuasaan oleh raja atau kaum bangsawan.

Konsep demokrasi telah lama diperdebatkan. Pada zaman Yunani kuno, demokrasi sebagai ide dan tatanan politik telah menjadi perhatian para pemikir kenegaraan. Ada yang pro dan ada yang kontra. Plato (429-437 S.M) dan Aristoteles (384-322 SM) tidak begitu percaya pada demokrasi dan menempatkan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang buruk. Filusuf kenamaan ini lebih percaya pada monarkhi, yang penguasanya arif dan memperhatikan nasib rakyatnya. Plato dapat menerima demokrasi, jika suatu negara belum memiliki UUD, sedangkan Aristoteles dalam format negara politea, yakni demokrasi dengan UUD atau demokrasi yang bersifat moderen.

Pada abad ke-16, dasar pemikiran kekuasaan raja-raja yang mutlak mengalami pergeseran dari yang bersifat Illahiah menjadi bersifat duniawi kembali. Hal ini ini diawali oleh perlawanan kaum monarchomacha terhadap raja dan gereja di masa abad pertengahan. Pemikiran mereka didasarkan pada keraguan terhadap anggapan bahwa raja-raja dan gereja tidak mungkin melakukan kesewenang-wenangan. Pada tahun 1579 terbit sebuah buku berjudul Vindiciae Contra Tyrannos, yang kemudian dianggap sebagai buku utama yang pertama dari kaum Monarchomacha. Buku ini menganut prinsip kedaulatan rakyat dan menyatakan bahwa meskipun raja dipilih oleh Tuhan, tetapi dia diangkat berdasarkan persetujuan rakyat. Tiada orang yang dilahirkan sebagai raja, tak mungkin seseorang menjadi raja tanpa ada rakyat. Timbulnya pemikiran ini dikarenakan adanya kesewenang-wenangan yang memang terjadi pada masa itu.Dengan adanya pemikiran ini, konsep-konsep agamawi yang tadinya dipakai sebagai dasar, kini bergeser menjadi konsep-konsep duniawi. Akibatnya kaum pembela kekuasaan negara harus memakai prinsip-prinsip yang bersifat duniawi pula untuk membantah pikiran-pikiran yang dikemukakan oleh kaum monarchomacha, di antara mereka adalah Hugo Grotius (1583-1645M) dan Thomas Hobbes (1588-1679M).

Mereka tidak lagi menggunakan agama sebagai pembenaran bagi kekuasaan negara yang besar, walaupun mereka mengatakan bahwa bila kekuasaan yang besar tidak diberikan kepada negara maka masyarakat akan kacau. Mereka mengakui bahwa kekuasaan negara memang berasal dari rakyat, tetapi kekuasaan itu diberikan justru untuk kepentingan rakyat itu sendiri.Pendapat ini kemudian ditentang oleh John Locke (1632-1704 M), yang juga bertolak dari argumen masyarakat primitif sebelum adanya negara. Tetapi bagi Locke masyarakat tersebut tidaklah kacau, bahkan masyarakat itulah yang ideal, karena hak-hak dasar dari manusia tidak dilangggar. Pemikiran Locke ini diakui sebagai pemikiran yang paling berpengaruh pada pada gagasan mengenai kedaulatan rakyat.

Buku Locke yang berjudul Two Treaties of Government menyatakan bahwa semua pemerintah yang sah bertumpu pada "persetujuan dari yang diperintah". Dengan pernyataannya tentang hukum alam itu, Locke membantah pengakuan bahwa pemerintah, yang pada jamannya ada di bawah kekuasaan gereja, adalah suatu aspek rangkaian takdir Ilahi. Hukum alam identik dengan hukum Tuhan dan menjamin hak-hak dasar semua orang. Untuk mengamankan hak-hak ini, manusia dalam masyarakat sipil mengadakan "kontrak sosial" dengan pemerintah. Pemikiran Locke ini kemudian dikembangkan oleh Charles Louis de Secondat Baron de la Brede et de la Montesquieu (1689-1755M), dalam karyanya The spirit of the law/L’Espirit des Lois (Jiwa Undang-undang), buku XI, Bab 6 tentang Of the Constitution of England (konstitusi Inggris) menyatakan In Every government there are three sort of power; the legislative; the executive in respect to things dependent on the law of nations; and the executive in regard to matters that depend on the civil law . (Dalam setiap pemerintahan ada tiga kekuasaan; kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif daripada urusan-urusan yang berhubungan dengan hukum antar bangsa, dan kekuasaan kehakiman yang berhubungan dengan urusan hukum bagi warga negara). Konsep Pembagian kekuasaan ke dalam tiga pusat kekuasaan oleh Immanuel Kant (1724-1804M) kemudian diberi nama Trias Politika (Tri = tiga; As = poros (pusat); Politika = kekuasaan) .

Dengan adanya pemisahan kekuasaan ini, akan terjamin kebebasan pembuatan undang-undang oleh parlemen, pelaksanaan undang-undang oleh lembaga peradilan, dan pelaksanaan pekerjaan negara sehari-hari oleh pemerintah.Secara etimologi, demokrasi (democratie) adalah bentuk pemerintahan atau kekuasaan negara yang tertinggi, dimana sumber kekuasaan tertinggi adalah kekuasaan (ke) rakyat (an) yang terhimpun melalui majelis yang dinamakan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (die gesamte staatsgewalt liegt allein bei der majelis). Sementara Sri Soemantri mendefenisikan demokrasi Indonesia dalam arti formal (indirect democracy) sebagai suatu demokrasi dimana pelaksanaan kedaulatan rakyat itu tidak dilaksanakan oleh rakyat secara langsung melainkan melalui lembaga-lembaga perwakilan rakyat seperti DPR dan MPR; dan demokrasi dalam arti pandangan hidup menurut Sri Soemantri adalah demokrasi sebagai falsafah hidup (democracy in philosophy). Demokrasi memiliki pengertian yang ambigu serta tidak tunggal. Setiap negara dapat meng-klaim sebagai negara demokratis. Negara seperti Amerika Serikat, disebut sebagai demokratis termasuk negara-negara bekas komunis seperti Uni Sovyet dan negara Eropa Timur.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa demokratisasi berarti melawan monopoli kaum politisi, pejabat dan teknokrat untuk begitu saja menetukan apa yang baik bagi masyarakat. Robert A. Dahl mengajukan lima kriteria bagi sebuah demokrasi yang ideal, yaitu;
(1) persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat,
(2) partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses
pembuatan keputusan secara kolektif,
(3) pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk
memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis,
(4) kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk
menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses
pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang
mewakili masyakat, dan
(5) pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat yang tercakup semua orang dewasa dalam
kaitannya dengan hukum.



Dahl juga mengajukan tujuh indikator bagi demokrasi secara empirik, yaitu :
1. Control over govermental decitions about policy is constitutionally vested in elected officials;
2. Elected officials are chosen and peacefully removed in relatively frequent, fair dan free
election in which coercion is quite limited;
3. Pratically all adults have the right to vote in these elections;
4. Most adults have the right to run for public offices for which candidates run these elections;
5. Citizens have an efectively enforced right to freedom of expression, the conduct of goverment,
the prevailing political, economy, and social system, and the dominant ideology;
6. They also have acces to alternative sources of information that are not monopolized by the
government or any other single group;
7. Finally they have and effectively enforced right to form and join autonomous associations, including political associations, such as political parties and interest groups, that attempt to influence the goverment by competing in elections and by other peaceful means. Sebagai perbandingan dari indikator yang diajukan oleh Dahl di atas, kalangan ilmu politik Indonesia, setelah mengamati demokrasi di berbagai negara. merumuskan demokrasi dengan menggunakan lima indikator tertentu. Pertama; Akuntabilitas. Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertangungjawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang, bahkan akan dijalankan. Pertanggungjawaban tersebut tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas. Yaitu perilaku anak istrinya, juga sanak keluarganya, terutama yang berkait dengan jabatannya. Dalam konteks ini, si pemegang jabatan harus bersedia menghadapi apa yang disebut “public scrutiny”, terutama yang dilakukan oleh media massa yang telah ada.Kedua; Rotasi Kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Biasanya, partai politik yang menang pada suatu pemilu akan diberi kesempatan untuk membentuk eksekutif yang mengendalikan pemerintahan sampai pada pemilihan berikutnya. Dalam suatu negara yang tingkat demokrasinya masih rendah, rotasi kekuasaan biasanya kalaupun ada, hal itu hanya akan dilakukan dalam lingkungan yang terbatas di kalangan elit politik saja. Ketiga; rekruitmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan suatu sistem rekruitmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut.

Dalam negara yang tidak demokratis, rekruitmen politik biasanya dilakukan secara tertutup. Artinya, peluang untuk mengisi jabatan politik hanya dimiliki oleh beberapa orang saja.Keempat; pemilihan umum. Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih serta bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dia bebas untuk menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanp ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktifitas pemilihan, termasuk didalamnya kegiatan kampanye dan menyaksikan penghitungan suara. Kelima menikmati hak-hak dasar. Dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hak untuk berkumpul dan berserikat (freedom of assembly), dan hak untuk menyatakan pendapat dan digunakan untuk menentukan prefensi politiknya, tentang suatu masalah, terutama yang menyangkut dirinya dan masyarakat sekitarnya. Hak untuk berkumpul dan berserikat ditandainya dengan kebebasan untuk menentukan lembaga, atau organisasi mana yang ingin dia bentuk atau dia pilih.

Alfian mendefenisikan demokrasi sebagai sebuah sistem politik yang memelihara keseimbangan antara konflik dan konsensus. Menurut Alfian, demokrasi memberikan toleransi adanya perbedaan pendapat atau pertikaian pendapat. Perbedaan atau pertikaian itu bisa diartikan sebagai sebuah konflik. Konflik disini tidak mengarah kepada kerancuan demokrasi.Salah satu aksioma dalam sistem politik demokrasi adalah bahwa demokrasi tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya rule of law. Mengapa demikian? Jawabannya tentu tidaklah sulit. Demokrasi yang mengisyaratkan adanya pelaksanaan hak-hak dasar seperti hak menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan, berkumpul dan berserikat, sudah barang tentu memerlukan adanya aturan main yang jelas dan dipatuhi secara bersama. Tanpa adanya sebuah aturan main yang demikian, maka proses pelaksanaan hak-hak tersebut akan mengalami berbagai hambatan, karena adanya perbedaan-perbedaan dalam hal akses, kemampuan, status, gender, dan kelas sosial dan sebagainya.

Dengan menggunakan aturan main yang tidak bias terhadap individu maupun kelompok tertentu, maka akan dapat dicapai semacam kondisi kesetaraan, yakni kesetaraan di muka umum, sehingga masing-masing pihak dapat berpartisipasi secara penuh, terbuka dan adil. Guna menjamin tercapainya partisipasi tersebut, tentunya harus dituangkan dalam sebuah ketentuan hukum yang mendasar (baca; konstitusi). Beberapa studi yang pernah dilakukan oleh Mahfud MD menghasilkan kesimpulan bahwa di sepanjang sejarah Indonesia telah terjadi tarik-menarik antar politik yang demokrasi dan politik yang otoriter. Politik demokrasi dan otoriter selalu muncul secara bergantian melalui pergulatan politik yang kadangkala keras. Mahfud menguraikan bahwa dalam teks otentiknya semua konstitusi yang pernah atau sedang berlaku di Indonesia menetapkan demokrasi sebagai salah satu prinsip bernegara yang fundamental, tetapi tidak semua pemerintahan dan sistem politik yang lahir di Indonesia ini demokrasi, malahan ada kecenderungan bahwa langgam demokrasi hanya terjadi pada awal kehadiran sebuah rezim. Yang tampaknya menentukan implementasi prinsip demokrasi dalam kehidupan bernegara adalah bagaimana demokrasi itu tidak hanya disebutkan sebagai prinsip di dalam konstitusi melainkan dielaborasi secara ketat di dalam konstitusi itu sendiri.

Tujuan utama dari konstitusi ialah membatasi secara efektif kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Tujuan penting dari konstitusi adalah untuk melindungi hak-hak dasar warga negara dari penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara kekuasaan. Kedua tujuan tersebut hanya dapat dicapai jika pengorganisasian kekuasaan negara tidak menumpuk pada satu badan atau satu orang saja. Kekuasaan mestilah didistribusikan. Dengan pendistribusian kekuasaan ke beberapa orang atau lembaga dapat dicegah penyalahgunaan kekuasaan. Maka dari itu istilah konstitusionalisme muncul untuk menandakan suatu sistem asas-asas pokok yang menetapkan dan membatasi kekuasaan serta hak bagi yang memerintah (pemegang kekuasaan) maupun bagi yang diperintah.
Pembahasan konstitusi erat kaitannya dengan sistem demokrasi yang dianut oleh suatu negara. Kebanyakan negara modern sekarang termasuk negara-negara yang baru mencapai kemerdekaan setelah perang dunia II usai telah sejak semua menganut sistem demokrasi konstitusional. Yang menjadi ciri khas demokrasi konstitusional ialah adanya pemerintahan yang kekuasaannya terbatas dan tidak dipekenankan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Pembatasan-pembatasan tersebut tercantum dalam konstitusi. Dalam sistem demokrasi konstitusional, kekuasaan negara berada di tangan rakyat. Pemegang kekuasaan dibatasi wewenangnya oleh konstitusi sehingga tidak melanggar hak-hak asasi rakyat. Antara kekuasaan eksekutif dan cabang-cabang kekuasaan lainnya terdapat check and balance. Lembaga legislatif mengontrol kekuasaan eksekutif sehingga tidak keluar dari rel konstitusi. Oleh International Commission of Jurist dalam konferensinya di Bangkok pada tahun 1965, negara-negara yang menganut asas demokrasi disebut juga sebagai representatif government. Adapun yang dimaksud dengan representatif government oleh Internasional Commission of jurist adalah Representative government is a government deriving its power and authority form the people, which the people and authority are exercised through representative freely chosen and responsible to them. Kemudian organisasi para sarjana hukum internasional di atas menentukan pula syarat-syarat adanya representative government atau adanya asas-asas demokrasi dalam suatu negara, yakni :
1. Adanya proteksi konstitusional;
2. Adanya kekuasaan peradilan yang bebas dan tidak memihak;
3. Adanya pemilihan umum yang bebas;
4. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat;
5. Adanya tugas-tugas oposisi; dan,
6. Adanya pendidikan civils.


Bahkan pengertian demokrasi seringkali dimanipulasi untuk kepentingan elit-elit penguasa. Dengan alasan untuk melindungi sebagian besar rakyat, para penguasa tidak jarang menindas dan (atau) mengurangi hak-hak rakyat, untuk mempertahankan status quo. Hal ini menunjuikkan bahwa telah menjadi pilihan, tentu saja pilihan terbaik diantara pilihan terburuk yang ada. Masing-masing negara memiliki karakteristik yang berbeda dalam menerapkan demokrasi yang ideal. Ada yang menganut demokrasi liberal, monarkhi konstitusional, demokrasi pancasila dan sosial demokrasi. Sebuah negara menurut Amien Rais, disebut sebagai negara demokrasi jika memenuhi beberapa kriteria, yaitu;
(1) partisipasi dalam pembuatan keputusan,
(2) persamaan di depan hukum,
(3) distribusi pendapat secara adil,
(4) kesempatan pendidikan yang sama,
(5) empat macam kebebasan, yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan
persuratkabaran, kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama,
(6) ketersediaan dan keterbukaan informasi,
(7) mengindahkan fatsoen atau tata krama politik,
(8) kebebasan individu,
(9) semangat kerja sama dan
(10) hak untuk protes.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa demokratisasi berarti melawan monopoli kaum politisi, pejabat dan teknokrat untuk begitu saja menetukan apa yang baik bagi masyarakat.

Robert A. Dahl mengajukan lima kriteria bagi sebuah demokrasi yang ideal, yaitu;
(1) persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat,
(2) partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses
pembuatan keputusan secara kolektif,
(3) pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk
memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis,
(4) kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk
menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses
pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga
yang mewakili masyakat, dan
(5) pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat yang tercakup semua orang dewasa dalam
kaitannya dengan hukum.
Dahl juga mengajukan tujuh indikator bagi demokrasi secara empirik, yaitu :
1. Control over govermental decitions about policy is constitutionally vested in elected officials;
2. Elected officials are chosen and peacefully removed in relatively frequent, fair dan free
election in which coercion is quite limited;
3. Pratically all adults have the right to vote in these elections;
4. Most adults have the right to run for public offices for which candidates run these elections;
5. Citizens have an efectively enforced right to freedom of expression, the conduct of goverment,
the prevailing political, economy, and social system, and the dominant ideology;
6. They also have acces to alternative sources of information that are not monopolized by the
government or any other single group;
7. Finally they have and effectively enforced right to form and join autonomous associations,
including political associations, such as political parties and interest groups, that attempt to
influence the goverment by competing in elections and by other peaceful means.
Sebagai perbandingan dari indikator yang diajukan oleh Dahl di atas, kalangan ilmu politik
Indonesia, setelah mengamati demokrasi di berbagai negara merumuskan demokrasi dengan menggunakan lima indikator tertentu. Pertama; Akuntabilitas. Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertangungjawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang, bahkan akan dijalankan. Pertanggungjawaban tersebut tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas. Yaitu perilaku anak istrinya, juga sanak keluarganya, terutama yang berkait dengan jabatannya. Dalam konteks ini, si pemegang jabatan harus bersedia menghadapi apa yang disebut “public scrutiny”, terutama yang dilakukan oleh media massa yang telah ada.Kedua; Rotasi Kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Biasanya, partai politik yang menang pada suatu pemilu akan diberi kesempatan untuk membentuk eksekutif yang mengendalikan pemerintahan sampai pada pemilihan berikutnya. Dalam suatu negara yang tingkat demokrasinya masih rendah, rotasi kekuasaan biasanya kalaupun ada, hal itu hanya akan dilakukan dalam lingkungan yang terbatas di kalangan elit politik saja. Ketiga; rekruitmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan suatu sistem rekruitmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut.

.Demokrasi telah menjadi istilah yang sangat diagungkan dalam sejarah pemikiran manusia tentang tatanan sosio-politik yang ideal . Di jaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. seperti diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950, dari 83 UUD negara – negara yang diperbandingkannya, terdapat 74 negara yang konstitusinya secara resmi menganut prinsip kedaulatan rakyat (90%).
Demokrasi (Inggris: Democracy) secara bahasa berasal dari bahasa Yunani, yakni Demokratia.
Demos artinya rakyat (people) dan cratos artinya pemerintahan atau kekuasaan (rule). Demokrasi berarti mengandung makna suatu sistem politik dimana rakyat memegang kekuasaan tertinggi, bukan kekuasaan oleh raja atau kaum bangsawan. Konsep demokrasi telah lama diperdebatkan. Pada zaman Yunani kuno, demokrasi sebagai ide dan tatanan politik telah menjadi perhatian para pemikir kenegaraan. Ada yang pro dan ada yang kontra. Plato (429-437 S.M) dan Aristoteles (384-322 SM) tidak begitu percaya pada demokrasi dan menempatkan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang buruk. Filusuf kenamaan ini lebih percaya pada monarkhi, yang penguasanya arif dan memperhatikan nasib rakyatnya. Plato dapat menerima demokrasi, jika suatu negara belum memiliki UUD, sedangkan Aristoteles dalam format negara politea, yakni demokrasi dengan UUD atau demokrasi yang bersifat moderen.

Pada abad ke-16, dasar pemikiran kekuasaan raja-raja yang mutlak mengalami pergeseran dari yang bersifat Illahiah menjadi bersifat duniawi kembali. Hal ini ini diawali oleh perlawanan kaum monarchomacha terhadap raja dan gereja di masa abad pertengahan. Pemikiran mereka didasarkan pada keraguan terhadap anggapan bahwa raja-raja dan gereja tidak mungkin melakukan kesewenang-wenangan. Pada tahun 1579 terbit sebuah buku berjudul Vindiciae Contra Tyrannos, yang kemudian dianggap sebagai buku utama yang pertama dari kaum Monarchomacha. Buku ini menganut prinsip kedaulatan rakyat dan menyatakan bahwa meskipun raja dipilih oleh Tuhan, tetapi dia diangkat berdasarkan persetujuan rakyat. Tiada orang yang dilahirkan sebagai raja, tak mungkin seseorang menjadi raja tanpa ada rakyat. Timbulnya pemikiran ini dikarenakan adanya kesewenang-wenangan yang memang terjadi pada masa itu.Dengan adanya pemikiran ini, konsep-konsep agamawi yang tadinya dipakai sebagai dasar, kini bergeser menjadi konsep-konsep duniawi. Akibatnya kaum pembela kekuasaan negara harus memakai prinsip-prinsip yang bersifat duniawi pula untuk membantah pikiran-pikiran yang dikemukakan oleh kaum monarchomacha, di antara mereka adalah Hugo Grotius (1583-1645M) dan Thomas Hobbes (1588-1679M). Mereka tidak lagi menggunakan agama sebagai pembenaran bagi kekuasaan negara yang besar, walaupun mereka mengatakan bahwa bila kekuasaan yang besar tidak diberikan kepada negara maka masyarakat akan kacau. Mereka mengakui bahwa kekuasaan negara memang berasal dari rakyat, tetapi kekuasaan itu diberikan justru untuk kepentingan rakyat itu sendiri.Pendapat ini kemudian ditentang oleh John Locke (1632-1704 M) , yang juga bertolak dari argumen masyarakat primitif sebelum adanya negara. Tetapi bagi Locke masyarakat tersebut tidaklah kacau, bahkan masyarakat itulah yang ideal, karena hak-hak dasar dari manusia tidak dilangggar. Pemikiran Locke ini diakui sebagai pemikiran yang paling berpengaruh pada pada gagasan mengenai kedaulatan rakyat.

Buku Locke yang berjudul Two Treaties of Government menyatakan bahwa semua pemerintah yang sah bertumpu pada "persetujuan dari yang diperintah". Dengan pernyataannya tentang hukum alam itu, Locke membantah pengakuan bahwa pemerintah, yang pada jamannya ada di bawah kekuasaan gereja, adalah suatu aspek rangkaian takdir Ilahi. Hukum alam identik dengan hukum Tuhan dan menjamin hak-hak dasar semua orang. Untuk mengamankan hak-hak ini, manusia dalam masyarakat sipil mengadakan "kontrak sosial" dengan pemerintah. Pemikiran Locke ini kemudian dikembangkan oleh Charles Louis de Secondat Baron de la Brede et de la Montesquieu (1689-1755M), dalam karyanya The spirit of the law/L’Espirit des Lois (Jiwa Undang-undang), buku XI, Bab 6 tentang Of the Constitution of England (konstitusi Inggris) menyatakan In Every government there are three sort of power; the legislative; the executive in respect to things dependent on the law of nations; and the executive in regard to matters that depend on the civil law. (Dalam setiap pemerintahan ada tiga kekuasaan; kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif daripada urusan-urusan yang berhubungan dengan hukum antar bangsa, dan kekuasaan kehakiman yang berhubungan dengan urusan hukum bagi warga negara). Konsep Pembagian kekuasaan ke dalam tiga pusat kekuasaan oleh Immanuel Kant (1724-1804M) kemudian diberi nama Trias Politika (Tri = tiga; As = poros (pusat); Politika = kekuasaan) . Dengan adanya pemisahan kekuasaan ini, akan terjamin kebebasan pembuatan undang-undang oleh parlemen, pelaksanaan undang-undang oleh lembaga peradilan, dan pelaksanaan pekerjaan negara sehari-hari oleh pemerintah.Secara etimologi, demokrasi (democratie) adalah bentuk pemerintahan atau kekuasaan negara yang tertinggi, dimana sumber kekuasaan tertinggi adalah kekuasaan (ke) rakyat (an) yang terhimpun melalui majelis yang dinamakan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (die gesamte staatsgewalt liegt allein bei der majelis). Sementara Sri Soemantri mendefenisikan demokrasi Indonesia dalam arti formal (indirect democracy) sebagai suatu demokrasi dimana pelaksanaan kedaulatan rakyat itu tidak dilaksanakan oleh rakyat secara langsung melainkan melalui lembaga-lembaga perwakilan rakyat seperti DPR dan MPR; dan demokrasi dalam arti pandangan hidup menurut Sri Soemantri adalah demokrasi sebagai falsafah hidup (democracy in philosophy). Demokrasi memiliki pengertian yang ambigu serta tidak tunggal.Setiap negara dapat meng-klaim sebagai negara demokratis. Negara seperti Amerika Serikat, disebut sebagai demokratis termasuk negara-negara bekas komunis seperti Uni Sovyet dan negara Eropa Timur. Bahkan pengertian demokrasi seringkali dimanipulasi untuk kepentingan elit-elit penguasa. Dengan alasan untuk melindungi sebagian besar rakyat, para penguasa tidak jarang menindas dan (atau) mengurangi hak-hak rakyat, untuk mempertahankan status quo. Hal ini menunjuikkan bahwa telah menjadi pilihan, tentu saja pilihan terbaik diantara pilihan terburuk yang ada. Masing-masing negara memiliki karakteristik yang berbeda dalam menerapkan demokrasi yang ideal.

Ada yang menganut demokrasi liberal, monarkhi konstitusional, demokrasi pancasila dan sosial demokrasi. Sebuah negara menurut Amien Rais, disebut sebagai negara demokrasi jika memenuhi beberapa kriteria, yaitu;
(1) partisipasi dalam pembuatan keputusan,
(2) persamaan di depan hukum,
(3) distribusi pendapat secara adil,
(4) kesempatan pendidikan yang sama,
(5) empat macam kebebasan, yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan
persuratkabaran, kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama,
(6) ketersediaan dan keterbukaan informasi,
(7) mengindahkan fatsoen atau tata krama politik,
(8) kebebasan individu,
(9) semangat kerja sama dan
(10) hak untuk protes.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa demokratisasi berarti melawan monopoli kaum politisi, pejabat dan teknokrat untuk begitu saja menetukan apa yang baik bagi masyarakat .Robert A. Dahl mengajukan lima kriteria bagi sebuah demokrasi yang ideal, yaitu; (1) persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat, (2) partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif, (3) pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis, (4) kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang mewakili masyakat, dan (5) pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat yang tercakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum. Dahl juga mengajukan tujuh indikator bagi demokrasi secara empirik, yaitu :
1. Control over govermental decitions about policy is constitutionally vested in elected officials;
2. Elected officials are chosen and peacefully removed in relatively frequent,
fair danfree election in which coercion is quite limited;
3. Pratically all adults have the right to vote in these elections;
4. Most adults have the right to run for public offices for which candidates run these elections;
5. Citizens have an efectively enforced right to freedom of expression, the conduct of
goverment, the prevailing political, economy, and social system, and the dominant ideology;
6. They also have acces to alternative sources of information that are not monopolized by the government or any other single group;7. Finally they have and effectively enforced right to form and join autonomous associations, including political associations, such as political parties and interest groups, that attempt to influence the goverment by competing in elections and by other peaceful means.Sebagai perbandingan dari indikator yang diajukan oleh Dahl di atas, kalangan ilmu politik Indonesia, setelah mengamati demokrasi di berbagai negara merumuskan demokrasi dengan menggunakan lima indikator tertentu. Pertama; Akuntabilitas. Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertangungjawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang, bahkan akan dijalankan. Pertanggungjawaban tersebut tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas. Yaitu perilaku anak istrinya, juga sanak keluarganya, terutama yang berkait dengan jabatannya. Dalam konteks ini, si pemegang jabatan harus bersedia menghadapi apa yang disebut “public scrutiny”, terutama yang dilakukan oleh media massa yang telah ada.Kedua; Rotasi Kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Biasanya, partai politik yang menang pada suatu pemilu akan diberi kesempatan untuk membentuk eksekutif yang mengendalikan pemerintahan sampai pada pemilihan berikutnya. Dalam suatu negara yang tingkat demokrasinya masih rendah, rotasi kekuasaan biasanya kalaupun ada, hal itu hanya akan dilakukan dalam lingkungan yang terbatas di kalangan elit politik saja. Ketiga; rekruitmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan suatu sistem rekruitmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut. Dalam negara yang tidak demokratis, rekruitmen politik biasanya dilakukan secara tertutup. Artinya, peluang untuk mengisi jabatan politik hanya dimiliki oleh beberapa orang saja.Keempat; pemilihan umum. Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih serta bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dia bebas untuk menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanp ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktifitas pemilihan, termasuk didalamnya kegiatan kampanye dan menyaksikan penghitungan suara. Kelima menikmati hak-hak dasar. Dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hak untuk berkumpul dan berserikat (freedom of assembly), dan hak untuk menyatakan pendapat dan digunakan untuk menentukan prefensi politiknya, tentang suatu masalah, terutama yang menyangkut dirinya dan masyarakat sekitarnya. Hak untuk berkumpul dan berserikat ditandainya dengan kebebasan untuk menentukan lembaga, atau organisasi mana yang ingin dia bentuk atau dia pilih.Alfian mendefenisikan demokrasi sebagai sebuah sistem politik yang memelihara keseimbangan antara konflik dan konsensus. Menurut Alfian, demokrasi memberikan toleransi adanya perbedaan pendapat atau pertikaian pendapat. Perbedaan atau pertikaian itu bisa diartikan sebagai sebuah konflik. Konflik disini tidak mengarah kepada kerancuan demokrasi.Salah satu aksioma dalam sistem politik demokrasi adalah bahwa demokrasi tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya rule of law. Mengapa demikian? Jawabannya tentu tidaklah sulit. Demokrasi yang mengisyaratkan adanya pelaksanaan hak-hak dasar seperti hak menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan, berkumpul dan berserikat, sudah barang tentu memerlukan adanya aturan main yang jelas dan dipatuhi secara bersama. Tanpa adanya sebuah aturan main yang demikian, maka proses pelaksanaan hak-hak tersebut akan mengalami berbagai hambatan, karena adanya perbedaan-perbedaan dalam hal akses, kemampuan, status, gender, dan kelas sosial dan sebagainya. Dengan menggunakan aturan main yang tidak bias terhadap individu maupun kelompok tertentu, maka akan dapat dicapai semacam kondisi kesetaraan, yakni kesetaraan di muka umum, sehingga masing-masing pihak dapat berpartisipasi secara penuh, terbuka dan adil. Guna menjamin tercapainya partisipasi tersebut, tentunya harus dituangkan dalam sebuah ketentuan hukum yang mendasar (baca; konstitusi).

Beberapa studi yang pernah dilakukan oleh Mahfud MD menghasilkan kesimpulan bahwa di sepanjang sejarah Indonesia telah terjadi tarik-menarik antar politik yang demokrasi dan politik yang otoriter. Politik demokrasi dan otoriter selalu muncul secara bergantian melalui pergulatan politik yang kadangkala keras. Mahfud menguraikan bahwa dalam teks otentiknya semua konstitusi yang pernah atau sedang berlaku di Indonesia menetapkan demokrasi sebagai salah satu prinsip bernegara yang fundamental, tetapi tidak semua pemerintahan dan sistem politik yang lahir di Indonesia ini demokrasi, malahan ada kecenderungan bahwa langgam demokrasi hanya terjadi pada awal kehadiran sebuah rezim. Yang tampaknya menentukan implementasi prinsip demokrasi dalam kehidupan bernegara adalah bagaimana demokrasi itu tidak hanya disebutkan sebagai prinsip di dalam konstitusi melainkan dielaborasi secara ketat di dalam konstitusi itu sendiri.Tujuan utama dari konstitusi ialah membatasi secara efektif kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Tujuan penting dari konstitusi adalah untuk melindungi hak-hak dasar warga negara dari penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara kekuasaan. Kedua tujuan tersebut hanya dapat dicapai jika pengorganisasian kekuasaan negara tidak menumpuk pada satu badan atau satu orang saja. Kekuasaan mestilah didistribusikan. Dengan pendistribusian kekuasaan ke beberapa orang atau lembaga dapat dicegah penyalahgunaan kekuasaan.

Maka dari itu istilah konstitusionalisme muncul untuk menandakan suatu sistem asas-asas pokok yang menetapkan dan membatasi kekuasaan serta hak bagi yang memerintah (pemegang kekuasaan) maupun bagi yang diperintah.Pembahasan konstitusi erat kaitannya dengan sistem demokrasi yang dianut oleh suatu negara. Kebanyakan negara modern sekarang termasuk negara-negara yang baru mencapai kemerdekaan setelah perang dunia II usai telah sejak semua menganut sistem demokrasi konstitusional. Yang menjadi ciri khas demokrasi konstitusional ialah adanya pemerintahan yang kekuasaannya terbatas dan tidak dipekenankan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Pembatasan-pembatasan tersebut tercantum dalam konstitusi. Dalam sistem demokrasi konstitusional, kekuasaan negara berada di tangan rakyat. Pemegang kekuasaan dibatasi wewenangnya oleh konstitusi sehingga tidak melanggar hak-hak asasi rakyat. Antara kekuasaan eksekutif dan cabang-cabang kekuasaan lainnya terdapat check and balance. Lembaga legislatif mengontrol kekuasaan eksekutif sehingga tidak keluar dari rel konstitusi. Oleh International Commission of Jurist dalam konferensinya di Bangkok pada tahun 1965, negara-negara yang menganut asas demokrasi disebut juga sebagai representatif government. Adapun yang dimaksud dengan representatif government oleh Internasional Commission of jurist adalah Representative government is a government deriving its power and authority form the people, which the people and authority are exercised through representative freely chosen and responsible to them. Kemudian organisasi para sarjana hukum internasional di atas menentukan pula syarat-syarat adanya representative government atau adanya asas-asas demokrasi dalam suatu negara, yakni :
1. Adanya proteksi konstitusional;
2. Adanya kekuasaan peradilan yang bebas dan tidak memihak;
3. Adanya pemilihan umum yang bebas;
4. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat;
5. Adanya tugas-tugas oposisi; dan,
6. Adanya pendidikan civils.

(sumber dari tulisan Firdaus Arifin prog Pascasrjana Unpad)
Bush Akui Kegagalan Intelijen soal Irak

Rabu, 19 November 2008

pria 4 anak


Saya Pria 4 anak denga satu istri yang sudah dinikahi lebih dari 13 tahun, hari-demi hari berlalu begitu cepat kebahagiaan, kesedihan, harapan dan tantangan datang silih berganti seperti bergantinya siang dan malam banyak hikmah yang kami dapatkan banyak kegetiran yang kami rasakan bersama, terutama yang paling banyak kami rasakan nikmat mengasuh anak-anak ada beberapa keindahan yang Allah berikan dan saya Menikmatinya dengan penuh takjub dan tafakur Syukur Alhamdullillah diberikan kesempatan untuk menyaksikan kebesaran Allah dalam keluargaku, saya dapat pelajaran ketika anak pertama lahir bagaimana dia berjuang melawan penyakitnya, hingga dia sembuh lalu saya saksikan bagaimana dia berteman memendam rasa kecewanya, juga bagaimana dia berjuang untuk mendapat sekolah yang ia inginkan ia harus menyisihkan banyak saingan,itu semua saya saksikan dan jadikan pelajaran, anak keduaku yang waktu lahir lebih sehat dan lebih besar ia seorang perempuan mungil yang cantik ia juga tak luput dari cobaan aku saksikan ketabahan yang luar biasa saat dia operasi usus buntu di RS internasional bintaro 6 bulan kemudian ia harus kerumah sakit karena menderiata penyakit tipes sekaligus campak, 6 bulan kemudiaan ia juga kembali harus masuk rumah sakit untuk operasi amandel yang sudah akut yang saya dijadikan contoh dari dia adalah melewati semua itu dengan biasa task pernah menyalahkan siapapun bahkan dia sering bilang kasihan ayah....... pontang-panting cari uang hanya untuk membiayai aku dirumah sakit.... itulah bentuk ketulusan dan empati dari anakku untuk diriku, dia pengertian sekali Alhamdulliah saya punya 4 anak yang besar-besar sangat menngerti dengan keadaan orangtuanya mereka tak pernah menuntut lebih itulah kebesaran Allah untukku dengan menganugrahkan 4 orang anak kepadaku masing-masing memiliki karakter,adat, dan tabiat yang berbeda tapi semuanya lucu-lucu anak yang cerdas baik parasnya Alhamdullillah sempurna semoga Allah menyempurnakan iman mereka dan menjaga mereka hingga mereka dewasa 4 berlian yang Allah titipkan pada saya yaitu;
1. Alby Hastyanto 12 tahun kelas 1 smp.
2. Alya Herolina Alfeini 8 tahun kelas 3 SD
3. Asyifa Haliya Adinda 4 tahun belum sekolah
4. Alfathan Nugraha 6 bulan
itulah anak-anak kami .........

Dewasa


Secara biologis dewasa diartikan mampu melangsungkan keturunan,secara hakiki dewasa diartikan dengan kematangan berpikir yang terlihat dari tingkah laku dan pola tindak dalam melakukan kegiatan...... ada sebuah iklan rokok yang sangat menarik untuk diperhatikan "Tua itu pasti sedangkan dewasa itu pilihan" kalau disimak berati orang yang sudah tua belum tentu dewasa dan orang yang memiliki pikiran dewasa tidaklah harus tua. kata orang bijak maka orang dewasa dapat menggunakan analisisis berpikir yang sistimatisDengan analisis dan tindakan-tindakan yang strategis, berpikir matang sebelum bertindak, maka kita bisa meminimalisir kemungkinan kerugian atau kekalahan. Sebaliknya, dengan berpikir dan bertindak strategis, kita bisa memastikan kemenangan kita. Dalam bidang apa pun. Demikian orang-orang yang memiliki pola berpilir dewasa itu dibutuhkan oleh setiap lembaga celakanya orng-orang itu menjadi barang yang sangat langka sekali, saya yakin mereka dapat membereskan permasalahan yang sel;ama ini tidak beres-beres, mereka bukanlah orang yang terlalu pintar untuk membohongi orang lain, mereka tidaklah lihai mengutak-ngatik laporan keuangan dimana sangat bertumpuk kwitansi2 palsu, mereka tidak pandai memuja-muja atasanya, mereka tidak mampu memberikan hadiah atau sesembahan buat sang atasan, mereka juga tidak bisa memberi pujian-pujian jilatan kepada atasannya tapi mereka bisa berbuat sesuatu yang membawa perubahan bagi lembaga yang sedang dibobroko oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan mudah kalap renungkanlah saudaraku

Jumat, 14 November 2008

Adakah keadilan itu

Teman-temanku marilah kita merenung sejenak apakah kalian merindukan keadilan, kalian merindukan keadilan bukan karena masih menjadi bawahan alias kawula, tapi merindukan keadilan karena terlahir dari jiwamu yang penuh kasih bukan...........
Karena banyak orang merindukan keadilan ketika dia dalam posisi dibawah alias sedang menjadi orang susah, tetapi ketika dia sudah berubah posisinya dan menjadi orang yang beruntung maka berubahlah juga sikapnya....... kalian mau tahu....dulu mulutnya itu dihiasi dengan kata-kata yang menyemengati perjuangan melawan ketidakadilan tapi kini mulutnya dihiasi dengan kata-kata yang mentertawakan orang yang mencati keadilan. Dia bukanlah orang yang tidak tahu artinya keadilan dan bukan juga orang-orang yang tidak tahu bagaimana pedihnya diperlakukan tidak adil'. itulah saudaraku makanya kalian jangan tertipu dengan mulut manis orang yang berpura-pura bijak, belagu alim padahal dalam hatinya senang berbuast dolim. mau tahu ciri-cirinya;
1. Kebijakan yang dibuatnya selalu untuk keuntungan diri dan koleganya
2. Membuat jurang pendapatan yang sangat mencolok bagai langit dan bumi
miss; menaikan upah untuk karyawany tunjangan 200 rb untuk dirinya berjuta2.
3. Selalu waspada terhadap orang yang kritis bahakan cenderung menjegal dan mematikan
kreatifitasnya.
4. Menanggapi issu dengan sebelah pihak dan tidak pernah crosscek.
5. Selalu SDM(selamatkan diri masing-masing) tak pernah bisa dibuat untuk berlindung bagi
anak buahnya.
6. Pendendam dan selalu memasang mata2 .
7. Memiliki tangan kanan atau orang kepercayaan.
8. Membawa Power(jabatan) dalam segala urusan termasuk urusan pribadi.
9. Selalu Jaim karena takut disangka tidak berwibawa.

Teman-temanku bila kamu memiliki teman, sahabat, saudara atau atasan yang salah cirinya ada diatas maka berdoalah kepada Allah dan jangan percaya ama dia makasih................

Rabu, 12 November 2008

Senin, 10 November 2008

siapa yang terluka siapa yang melukai

bila ada orang yang merasa disakiti, apakah rasa sakit itu ada dan bagaimana kita mengahadapainya haruskah dihindari diajak perang atau didekati dijadikan sahabat agar rasa sakit itu tidak menyakiti kita, terkadang ada orang yang tergesa-gesa untuk menyimpulkan rasa sakit dan melawanya dengan sekuat tenaga tapi yang terjadi malah rasa sakit itu makin menghujam denegan tajam......... setajam pedang....... uhhhhhhhsakiiiiiit...............lantas bijakah kita dengan sengaja atau tak sengaja menyakiti orang lain baik itu dengan sikap dengan tutur kita dengan cara memandang, apa bila ada orang yang salah kepada kita, kita sangat pelit untuk membuka mulut dan berkata ya... teman aku sudah memaafkanmu renungkanlah.....

Selasa, 22 Juli 2008

Hasil sebuah perjuangan

Saya punya seorang anak lelaki yang ingin saya ceritakan tentang cara dia memilih sekolah yang ditujunnya, anak lelakiini bernama Alby Hastyanto anak yang kreatif banyak ide namun suka iseng terhadap adiknya dan agak malas belajar.....
Namun ada sisi yang membuat saya bangga terhadapnya yaitu cara dia berteman dan bergaul ia anak yang amat disukai oleh temannya karena toleransi dan rendah hati, serta mau mengalah pada temanya. Karena dia bisa berteman dengan siapa saja bahkan dengan kuli bangunan atau tukang becak bahkan dengan tukang ojek pun dia berteman sungguh amat membanggakan hati dalam hal ini....
sewaktu ia SD bersekolah disebuah sekolah swasta dibilangan kunciran tangerang, namun karena kemauanya untuk melanjutkan sekolah ke Jakarta akhirnya saya pindahkan ke sd negeri di Jakarta yaitu SDN 03 Joglo JakBar. Yang membuat saya khawatir ia selalu main terutama main bola yang merupakan permainan kegemarannya hingga waktu ujian Nasional tiba ia masih seperti itu bahkan besok UNpun ia masih pulang magrib main bola malamnya ketika belajar kelelahan dan ngantuk, terkadang saya memarahinya karena sikap santainya itu ,demikian juga kakeknya terpaksa turun tangan dan memaksanya untuk belajar akhirnya ia mau juga balajar walaupun sambil marah dan kelelahan. Sayang kakek yang amat dekat dengannya tak sempat melihat Dia diterima di smp yang ia idamkan.Saya dan Ibunya hanya bisa pasrah dan berdoa serta tak henti-hentinya mengingatkan bahwa untuk menggapai cita-cita itu perlu kesungguhan, hasil Try out pertama hasil tidak memuaskan ia terlihat kecewa dan malu, try out ke dua mulai kelihatan membaik dan hasil try out ke tiga ia mendapat peringkat ke 26 dari 1000 peserta Alhamdulilah kata saya didalam hati....Walkhasil ketika pengumuman hasil UAN dan UAS anakku menduduki posisi rangking 8 sesekolah dan kebahagianku tambah lengkap ketika dia diterima SMPN favorit dengan peringkat ke 30 dari seluruh yang diterima sebanyak 300 orang bahkan dia pun masuk test kekelas Internasional sayang........aku tak punya uang untuk membiayainya karena sppnya rp 500.000/ bulanya







Kamis, 22 Mei 2008

jabatan.......



jabatan adalah anugrah atau kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat atau atasan kepada seseorang yang dianggap layak dan dapat memajukan lembaga yang di kelolanya dan suatu saat harus siap diserahkan kembali.

Namun ada kalanya seseorang lupa bahwa jabatan itu hanyalah sementara, ada sebagian orang yang beranggapan bahwa jabatan itu adalah hak milik mutlak yang tidak boleh dilepas darinya mau tanya kenapa??? karena UUD (ujung-ujunya duit): Karena ketika menjabat mendapat tunjangan jabatan yang cukup gede... ini tidak mau lepas darinya kalu perlu seumur-umur dapat terus he....he...he...,mendapat Fasilitas kalo perlu urusan pribadipun mendapat fasilitas kantor(aji mumpung kaliiii), apalagi kalau orang tsb gila hormat yang mana turun dari mobilpun minta dibawakan tas kalau perlu pintu dibukakan... dasar luh mental Feodal....., kalau udah gak ngejabat lagi mana bisa pamer dikampung halaman......ha....ha....ha... itu dia orang kampung yang mabok jabatan...... serasa udah jadi raja.... aja raja juga kagak gitu-gitu amat wey...sadar donk.... lembaga ini bukan milikmu bung..Semoga dilembaga kita tidak ada orang seperti diatas... amiin.......

Sabtu, 03 Mei 2008

Doa guru untuk muridnya

Muridku melangkahlah engkau dijalanmu jalan yang baik menurut nuranimu
Muridku bila engkau sukses nanti tundukanlah kepalamu karena dibalik suksesmu
ada do,a teman-temanmu.
Muridku bila temanmu....lupa akan ajaran kebaikan ingatkanlah dengan cara yang baik...

Kamis, 01 Mei 2008

Sekolah Islam di tengah-tengah persaingan global, mampukah?
Oleh: Yamin Bunyamin
(Pengajar sekolah swasta islam)

Keberadaan sebuah sekolah islam ditangah-tengah persaingan mutu yang demikian ketatnya, tentu membutuhkan energi yang luar biasa besarnya agar sekolah tersebut tetap eksis sesuai dengan harapan masyarakat tanpa harus keluar dari nilai atau norma agama itu sendiri. Ada trend dimasyarakat dewasa ini tentang sekolah islam, bahwa sekolah islam itu harus Modern. Sehingga beramai-ramailah pihak-pihak tertentu yang memiliki modal untuk membuat sekolah islam modern(boarding school) atau pesantren modern. sehingga sekolah-sekolah islam menjadi terstratifikasi (terkotak-kotak); ada sekolah sekolah islam elit, ada sekolah islam menengah dan ada sekolah islam Rata (rakyat jelata). Sejatinya sekolah-sekolah tersebut dapat mengambil peran untuk memajukan umat berdasarkan jenjang dan segmentasi pasar masing-masing namun, dalam kenyataan jangankan untuk berperan sangat optimal yaitu dengan menjadikan lembaga mereka sebagai pengembangan budaya maju disatu sisi, disisi yang lain sebagai benteng untuk mempertahankan nilai-nilai yang sifatnya dogmatis dari ajaran agama islam tapi dalam kenyataannya sekolah tersebut berkutat dengan masalahnya sendiri .

Masalah-masalah yang dihadapi oleh sekolah-sekolah islam;

Ada kecenderungan masyarakat untuk memilih sekolah umum dengan harapan anaknya bisa lebih berkembang karena kalau disekolah Islam kebebasan berekspresi menjadi sangat tebatas missalnya, untuk jadi cheerleader atau menjadi model mereka sering tidak didijinkan

Sekolah islam terkesaan tidak konsisten dengan ajaran agama dan atmosphere sekolah tidak islami ; misalnya banyak sekolah Islam takut untuk menerapkan penggunakan jibab secara keseluruhan siswa, dengan alasan biar saja nanti juga sadar sendiri kadang-kadang orang tua , tamu , pedagang,sopir tidak bersikap, berpakaian atau berkata-kata yang Islami.

Ada anggapan bahwa sekolah Islam kurang disiplin dan tidak mencintai kebersihan ini dapat dilihat dengan penataan ruang belajar, ruang guru, kamar mandi, ruang makan, ruang tidur yang ditata tidak menggunakan konsep melainkan filling pemimpinya dan pembinaan disiplih tidak kontinyu hanya insidental saja.

Sumber daya manusia; pada umumnya sekolah islam sarat dengan nepotisme yaitu dalam memilih orang-orang penting dalam menjalankan operasional sekolah tersebut berdasarkan kedekatan dengan petinggi disekolah tersebut. tanpa mempertimbangkan ; skill, personality, capability dan link dari orang-orang yang dipilihnya melainkan berdasarkan subyektivitas dan terkadang mereka yang ahli dibidang agama tapi kurang memiliki akhli dalam bidang umum misalnya akhli pendidikan.

Kultus Individu; yaitu ada tokoh yang sangat berperan dalam mengambil berbagai kebijakan tanpa kompromi dengan pihak lain (One man show) kultus individu akan menghasilkan pemimpin yang otoriter karena tidak mau dikritik..

Sentralistik; ditengah-tengah kemajuan teknologi dengan usaha memajukan budaya lokal dimana gaungnya sudah otonomi disekolah islam masih tegantung dengan kebijakan pusat. tentulah hal ini akan menghambat kemajuan sebab cabang atau unit atau lembaga dibawahnya akan menunggu keputusan pusat sehingga layanan kepada public menjadi macet.

Identitas atau jadi diri terkadang sekolah islam suka mencontek methode yang diterapkan orang lain tanpa dia berijtihad mencari dan menemukan sendiri sehingga dalam penerapanya terkesan tidak punya jati diri. dan gamang.

Finansial, ini adalah masalah klasik yang dialami oleh sekolah islam pada umumnya ada anggapan bahwa sekolah islam selalu mencari sumbangan. atau bantuan pihak lain jarang yang bisa mandiri atau kalaupun ada biaya sekolah yang dibebankan kepada siswa sangt tinggi kadang tidak sesuai dengan layanan yang diberikan oleh sekolah itu sendiri.

Politik Mercusuar; mereka lebih mementingkan hal-hal yang sifatnya wah atau megah misalnya gedung yang megah, mobil operasional yang bagus atau study banding keluar negeri , hal itu dilakukan untuk menutupi kekroposan didalam yang mungkin mereka tidak mampu mengatasi masalah internal

Stagnan; mereka tidak mau melakukan terobosan baru tapi lebih suka bertahan pada keadaan yang sudah ada terutama para pimpinan di lembaga tersebut, karena takut posisi enaknya dia tergantikan sehingga profitnya jadi berkurang
peluang untuk berkarya(karier) pemerataan kesempatan untuk meningkatkan karier kurang mendapat perhatian yang serius dari pimpinan lembaga bersangkutan, karena pemimpinya masih memikirkan dirinya sendiri.

Program yang tidak terpola, mereka kurang teratur dalam membuat program, lebih percaya pada filling dari pada management yang teratur karena mereka sering tidak percaya diri dengan program yang mereka buat sendiri yang akhirnya banyak sekali program yang tiba2 muncul ditengah-tengah ..

Tentulah banyak sekali kelemahan dan salah urus dalam mengelola sekolah-sekolah Islam, kondisi yang demikian jelaslah sangat tidak kondusif apa bila sekolah islam tersebut ingin berpartisipasi dalam memajukan generasi islam madani yaitu generasi yang santun berakhlak mulia menguasi teknologi bertaqwa beriman serta sayang pada sesama dan memiliki daya saing yang tinggi jika lembaga tempat mereka menggodok kemampuanya, menggali ilmu pengetahuan sarat dengan masalah-masalah yang cukup berat..

Yang saya khawatirkan lembaga tersebut dijadikan lading meraup untung yang seting-tingginya , dari pada konsentrasi pendidikanya..




Selasa, 29 April 2008

Kepemimpinan

kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang artinya membimbing atau memberi bantuan. Jadi kepemimpinan itu adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan bimbingan atau arahan agar orang yang berada dibawah pimpinannya mencapai tujuan.
Sifat-sifat pemimpin.
1. Amanah; artinya bahwa pemimpin itu harus dapat dipercaya oleh bawahanya
2.tablig;artinya menyampaikan yaitu seorang pemimpin harus menyampaikan pesan kepada bawahanya berupa nasihat atau ilmu yang berguna bagi anak buah agar ia sukses dalam menjalankan tugas.
3. Fathonah;artinya Cerdas yaitu mampu memilih dan memisahkan mana salah mana benar,mana baik mana buruk, mana indah mana jelek
4.Sidiq; artinya tidak pernah bohong, karena kalu pemimpin pembohong tentu rakyat akan bingung harus percaya pada siapa.
5.Tut wuri handayani,artinya membimbing dari jauh tidak mendikte
6.Ing ngarso sung tulodo,artinya di hadapan anak buah bisa dijadikan contoh
7.Ing madyo mangun karso,artinya ditengah-tengah anak buah bisa membangun prakarsa hingga anak buah menjadi giat
8.Pendelegasi, artinya kalau memberi kepercayaan penuh tidak setengah-setengah
9.Adil, mampu menghargai hasil karya anak buah dan memberi peluang untuk berkarya tanpa pandang bulu

Fungsi pemimpin.

1. Organisator, artinya seorang pemimpin harus mampu menyusun penempatan yang tepat batgi anak buahnya "the right man on the right place"
2. Supervisor, mampu memberi pengawasan kepada anak buah tanpa ada perasan dihakimi.
3. Administrator, menyimpan dan menyusun file2 secara lengkap dan efisien hingga kapan data itu diperlukan selalu ada.
4. Fasilitator, yaitu pemimpin harus mampu membantu memberi prasana yang diperlukan anak buah hingga anak buah lancar dalam menjalankan tugasnya.
5. Advisor, mampu memberi bimbingan dan nasihat hingga anak buah merasa nyaman.
6. Director, mampu mengarahakan dan pembimbingan hingga anak buah mencapai kemampuan yang optimal misalanya yang sma ditambah kursus atau atau ang s1 di s2 kan.

Sikap yang harus dimiliki pemimpin

* Menahan amarah walaupun hatinya sedang gundah

* Menghapus kebencian pada orang yang tidak disukainya

* Menyatukan anak buah yang berkonflik bukan malah menjadi bagian dari konflik itu.

* Tidak mengedepankan kepenting pribadi tetapi kepentingan lembaga.

* Penolong, mau mengulurkan bantuan pada siapa yang pantas dibantu.

* Menyantuni, mampu memberi sesuatu yang berharga baik materil maupunimateril bagi kenyamanan anak buahnya.

* Melayani dengan hati bukan minta dilayani.

* Menasihati bukan untuk mencaci maki.

* Memberi solusi bukan bukan basa-basi.

* Menghadapi apa yang terjadi bukan melarikan diri.

* Memulai dari diri sendiri bukan nyuruh orang lain untuk memulai.

* Mendekati dengan hati bukan dengan tangan besi.

Type-type pemimpin;

a. Pemimpin Laise pase laise faire, pemimpin yang tergantung pada situasi biarkan mengalir bagai air.

b. pemimpin yang otoriter, segala sesuatu harus beliaulah yang menentukan tak mengharap sama sekali ide dari bawah (botom up).

c. Pemimpin yang kharismatis, type pemimpin ini handal kalu dia ada di lokasi tapi jadi tidak berpengaruh kalau dia tidak ditempat.

d. Pemimpin yang plinplan yaitu, Pemimpin yang pasrah pada anak buah, type pemimpin ini dalam menentukan kebijakan sangat tergantung pada pembisiknya.

e. Pemimpin Yang demokratis, yaitu pemimpin yang dalam menentkan kebijakannya melibatkan partispasi internal anak buah dan membagi tanggung jawab sesuai dengan peranannya masing-masing atas dasar hak dan kewajiban yang tertuang dalam tatatertib yang disepakati bersama.